Ratusan Nelayan Demo Damai di Indramayu: Tolak VMS, Minta Pemerintah Dengarkan Rakyat

Indramayu, 16/04/2025 # Ratusan nelayan cumi di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, yang tergabung dalam Serikat Nelayan Cumi (SNC) menggelar aksi unjuk rasa damai pada Selasa (15/4) di depan kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang terletak di Desa Eretan Wetan, Kecamatan Kandanghaur. Aksi ini merupakan bentuk penolakan terhadap aturan baru tentang pemasangan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (SPKP) atau Vessel Monitoring System (VMS).

Nelayan Kecil Menjerit: Biaya VMS Dinilai Membebani

Dalam aturan terbaru yang tertuang dalam Surat Edaran Nomor B.2403/MEN-KP/XII/2024, setiap kapal perikanan yang melakukan migrasi penangkapan ikan tahun 2024 diwajibkan memasang dan mengaktifkan alat VMS. Namun, kebijakan ini justru dinilai menambah beban nelayan, terutama dari segi biaya.

Roedi, Ketua Umum SNC, menyampaikan dengan tegas bahwa nelayan kecil tidak sanggup menanggung biaya pemasangan dan pajak tahunan alat tersebut.

“Kami nelayan bukan menolak pengawasan, tapi kami tidak bisa terus dibebani biaya yang memberatkan. Harusnya pemerintah bantu, bukan malah menyulitkan,” ujar Roedi saat orasi.

Lima Tuntutan Nelayan Cumi terhadap KKP

Dalam aksi damainya, SNC menyampaikan lima poin pernyataan sikap kepada pemerintah:

  1. Menolak pemasangan SPKP (VMS) karena semua biayanya dibebankan kepada nelayan.

  2. Menolak SPKP karena dinilai tidak memberikan manfaat langsung bagi nelayan.

  3. Menilai SPKP hanya menambah beban operasional nelayan kecil.

  4. Meminta KKP mencabut aturan wajib pemasangan SPKP untuk kapal di bawah 30 GT.

  5. Mendesak PSDKP tetap memberikan izin berlayar tanpa dikaitkan dengan pemasangan SPKP.

Seruan Keadilan: “Kami Berjuang untuk Hak Hidup di Laut”

Koordinator Aksi SNC, Luky Muchtar, menekankan bahwa aksi ini bukan sekadar unjuk rasa, melainkan wujud perjuangan nelayan mempertahankan hak hidup mereka di laut. bentuk perlawanan, melainkan bentuk keprihatinan dan ajakan dialog terbuka kepada pemerintah.

“Kami turun ke jalan bukan untuk melawan, tapi untuk menyampaikan suara nelayan kecil yang semakin terpinggirkan. Tujuan kami sederhana: ingin didengar dan diajak bicara sebelum aturan diberlakukan. Kami ingin pemerintah hadir sebagai mitra, bukan hanya sebagai regulator,” ujar Luky.

Ia juga menekankan bahwa penggunaan teknologi seperti VMS harus disesuaikan dengan realitas di lapangan. Jika tidak, justru akan menciptakan ketimpangan baru dalam sektor perikanan.

“Kalau tujuannya untuk pengawasan, kami setuju. Tapi bukan begini caranya. Harus ada keadilan. Kami ingin solusi, bukan hukuman,” tegasnya.

Aksi berlangsung tertib dan damai, diiringi yel-yel solidaritas dari para nelayan. Mereka menyerukan agar pemerintah lebih berpihak kepada kelompok nelayan kecil dan tradisional.

Dalam audensi tersebut, perwakilan nelayan mengungkapkan keprihatinan mereka terkait biaya pemasangan alat VMS yang dianggap memberatkan nelayan kecil. Mereka juga menekankan pentingnya pendekatan yang lebih adil dalam penerapan regulasi, khususnya bagi kapal dengan kapasitas di bawah 30 GT.

Pihak KKP Cirebon menyampaikan bahwa mereka memahami kekhawatiran tersebut dan berjanji akan menyampaikan masukan dari nelayan kepada pemerintah pusat. KKP juga menekankan bahwa VMS bukanlah sebuah bentuk penghukuman, melainkan upaya untuk mengelola sumber daya laut secara lebih berkelanjutan dan mencegah penangkapan ikan ilegal.

“Kami berharap melalui dialog ini, ada solusi yang bisa ditemukan yang mengakomodasi kepentingan nelayan kecil dan juga kebutuhan pengelolaan laut yang lebih baik,” ujar pejabat KKP yang turut hadir dalam pertemuan tersebut.

Meskipun belum ada kesepakatan final, kedua belah pihak sepakat untuk terus membuka komunikasi guna mencari titik temu yang dapat menguntungkan kedua pihak.

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *