Indramayu, 28/02/2025 #Komitmen Pemerintah Kabupaten Indramayu dalam mendukung pesantren kembali dipertanyakan. Meskipun Peraturan Daerah (Perda) tentang Fasilitas Penyelenggaraan Pesantren telah disahkan, implementasi aturan tersebut masih terganjal karena belum terbitnya Peraturan Bupati (Perbup) sebagai pedoman teknis pelaksanaan.
Menyikapi hal ini, Dewan Pimpinan Cabang Partai Kebangkitan Bangsa (DPC PKB) Indramayu melalui forum Indramayu Roadmap Center menggelar diskusi publik bertajuk “Perbup Belum Terbit, Apa Kabar Perda Pesantren?”. Kamis,27/02/2025. Diskusi ini menghadirkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk Ketua Forum Pesantren KH. Azun Mauzun, Anggota DPRD Komisi II sekaligus mantan Ketua Pansus Perda Pesantren H. Dalam, SH, Kn, serta perwakilan dari Kesra Pemkab Indramayu dan Bappeda-Litbang Indramayu.
Ketua DPC PKB Indramayu, Amroni, S.IP, menegaskan pentingnya forum ini sebagai wadah menampung aspirasi pesantren. “Perda sudah ada, tapi tanpa Perbup, ini hanya sekadar kertas tanpa realisasi,” tegasnya.
Namun, pertanyaannya, mengapa penerbitan Perbup ini masih tertunda? Apakah ini hanya soal birokrasi yang lamban atau ada faktor lain yang membuat Pemkab terkesan menunda-nunda kebijakan ini?
Perbup: Kebutuhan Mendesak atau Janji yang Tertunda?
Ketua Forum Pesantren Kabupaten Indramayu, KH. Azun Mauzun, menyatakan bahwa pemerintah daerah, terutama bupati terpilih, seharusnya segera menerbitkan Perbup dalam 100 hari pertama masa kerjanya. Desakan ini bukan tanpa alasan. Tanpa Perbup, Perda Pesantren menjadi dokumen yang kehilangan daya eksekusi.
Hal serupa disampaikan oleh mantan Ketua Pansus Perda Pesantren, H. Dalam, yang menilai Pemkab seharusnya memiliki keberanian untuk menindaklanjuti aturan yang sudah disepakati. “Sekarang tinggal keberanian Pemkab untuk menindaklanjuti. Jangan sampai ini hanya jadi janji tanpa realisasi,” katanya dengan tegas.
H. Dalam juga menekankan bahwa Perda Fasilitas Penyelenggaraan Pesantren sudah melalui proses panjang dan bukan sekadar regulasi formalitas. “Kami telah mengawal regulasi ini agar benar-benar berpihak pada pesantren. Jika tidak segera ada Perbup, artinya ada ketidaksiapan atau bahkan ketidakinginan dari pihak pemerintah daerah untuk benar-benar mendukung pesantren,” ujarnya.
Namun, fakta bahwa Perbup tak kunjung diterbitkan mengundang pertanyaan lebih lanjut. Jika memang pesantren dianggap memiliki peran strategis dalam pembangunan karakter dan pendidikan, mengapa realisasi kebijakan ini masih menggantung? Apakah ada faktor politis yang menghambat? Atau mungkinkah ini menjadi alat tawar-menawar bagi kepentingan tertentu?
Pesantren Butuh Kepastian, Bukan Sekadar Retorika
Pesantren telah lama menjadi pilar pendidikan dan moralitas di masyarakat, namun kebijakan yang seharusnya mendukung mereka sering kali terjebak dalam tarik ulur birokrasi dan kepentingan politik. Jika Pemkab Indramayu serius dengan visinya yang mengusung nilai religius dalam pembangunan daerah, seharusnya tidak ada alasan bagi mereka untuk menunda penerbitan Perbup.
Keberpihakan terhadap pesantren tidak cukup hanya dengan wacana dan diskusi. Yang dibutuhkan adalah aksi nyata. Tanpa Perbup, Perda Pesantren hanya menjadi janji kosong yang tak memiliki dampak nyata bagi ribuan santri dan tenaga pengajar di Indramayu.
Masyarakat, khususnya kalangan pesantren, tentu berhak untuk terus menuntut kepastian ini. Jika dalam waktu dekat Perbup tidak segera diterbitkan, maka pertanyaan yang harus diajukan bukan lagi “kapan?” tetapi “ada apa?”. Karena janji yang berlarut-larut hanya akan menandakan satu hal: kurangnya komitmen nyata dari pemerintah daerah.