Majalengka, Jawa Barat # Kunjungan kerja Presiden terpilih Prabowo Subianto ke Kabupaten Majalengka, Senin (7/4), tak hanya menjadi ajang seremonial, tetapi juga momentum penting untuk menyampaikan aspirasi rakyat secara langsung. Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, memanfaatkan kesempatan langka ini untuk menyuarakan lima permasalahan serius yang membelit kehidupan para petani di wilayahnya.
Di hadapan jajaran menteri dan pejabat tinggi negara, Dedi menyampaikan untaian permasalahan dengan lugas, jujur, dan tanpa tedeng aling-aling. Ia tampil sebagai pemimpin yang menyatu dengan rakyat, terutama petani yang menjadi tulang punggung ketahanan pangan nasional.
Biaya Produksi Pertanian Melonjak, Pestisida Jadi Beban Berat
Meski distribusi pupuk saat ini sudah dinilai lebih lancar, Dedi mengungkap realita baru: lonjakan biaya produksi akibat kebutuhan pestisida yang semakin intensif. Ia menyebut bahwa serangan hama di lahan pertanian semakin masif dan memaksa petani menyemprot hampir setiap dua hari sekali.
“Sekarang pupuk sudah lancar, Pak. Tapi biaya produksinya justru tinggi di obat-obatan (pestisida),” kata Dedi di hadapan Prabowo.
Fenomena ini terjadi karena perubahan iklim dan ketidakseimbangan ekosistem pertanian yang memperparah serangan hama. Kondisi ini menambah tekanan biaya di tengah fluktuasi harga jual hasil panen yang tak menentu.
Kerusakan Tanah Akibat Pupuk Kimia Tanpa Pemulihan
Lebih jauh, Dedi menyinggung penurunan kualitas tanah pertanian yang sudah mencapai titik rawan. Ia menyebut rata-rata unsur hara tanah di Jawa Barat kini berada di bawah angka 6, yang menunjukkan kejenuhan dan penurunan produktivitas.
“Harus ada program besar untuk memulihkan tanah. Kita terus memakai pupuk kimia, tapi tidak pernah mengembalikan unsur haranya,” ujarnya.
Tanpa program perbaikan tanah, Jawa Barat yang dikenal sebagai lumbung pangan nasional akan menghadapi penurunan produktivitas permanen dalam waktu dekat.
DAK Irigasi Menurun, Petani Terancam Kekeringan
Persoalan ketiga yang menjadi perhatian Dedi adalah turunnya Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk program irigasi melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS). Ia menekankan bahwa infrastruktur irigasi menjadi fondasi utama pertanian, terutama di musim kemarau yang semakin panjang.
“Untuk irigasinya, mudah-mudahan bisa kembali ke asal, Pak, setelah Bapak dilantik,” kata Dedi, berharap pada kepemimpinan Prabowo.
Turunnya anggaran tersebut dikhawatirkan memperburuk krisis air yang kerap melanda lahan pertanian, khususnya di wilayah pantura Jawa Barat yang padat aktivitas pertanian.
Alih Fungsi Lahan Masih Marak, Perizinan Tak Sinkron
Salah satu isu struktural yang disoroti Dedi adalah alih fungsi lahan pertanian ke kawasan industri dan permukiman, yang masih terus terjadi meski peraturan pelarangan sudah diterbitkan.
“Saya sudah keluarkan Pergub melarang alih fungsi lahan. Tapi sistem izin OSS dari pusat tetap bisa menerbitkan izin baru,” jelasnya.
Kawasan seperti Bekasi dan Karawang yang dulunya menjadi sentra produksi padi kini terancam kehilangan karakter agrarisnya karena ekspansi pembangunan yang tidak terkendali.
Minim Perlindungan Kesehatan Petani, BPJS Tak Terjangkau
Isu terakhir yang menjadi perhatian serius Dedi adalah akses kesehatan bagi petani. Ia menyoroti lemahnya jaminan sosial dan kesehatan yang menyebabkan banyak petani dan keluarganya tidak bisa mendapatkan layanan medis.
“Bahkan ada bayi yang tidak bisa keluar dari rumah sakit karena masalah administrasi BPJS. Mulai tahun ini, tidak boleh ada lagi kejadian seperti itu,” tegasnya.
Permintaan ini disertai desakan agar pemerintah pusat menambah alat produksi pertanian, serta memanfaatkan lahan milik Perhutani dan PTPN yang tak produktif untuk penanaman jagung dan padi gogo.
Pertanian Harus Ramah Lingkungan
Menanggapi semua paparan Dedi, Presiden terpilih Prabowo Subianto menyatakan keseriusannya untuk meninjau ulang berbagai kebijakan terkait pertanian. Ia menyebut bahwa salah satu solusi jangka panjang adalah penggunaan teknik pertanian organik dan ramah lingkungan.
“Masalah pestisida akan kita pelajari. Kita cari teknik yang alamiah, teknik organik, agar tidak merusak lingkungan dan tanah,” ujar Prabowo.
Provinsi Strategis Penyangga Ketahanan Pangan
Jawa Barat bukan sekadar provinsi agraris. Dengan lebih dari 900 ribu hektare lahan sawah dan menjadi salah satu penghasil beras terbesar nasional, peran petani Jawa Barat sangat krusial. Masalah yang mereka hadapi hari ini bukan hanya masalah lokal, tapi juga ancaman terhadap ketahanan pangan nasional.
Kehadiran Dedi Mulyadi yang menyuarakan suara akar rumput secara langsung ke tingkat nasional menunjukkan bahwa politik bisa menjadi alat perubahan jika dijalankan dengan keberpihakan yang jelas.