PERBEDAAN PELAPORAN DAN PENGADUAN HUKUM PIDANA

Pertanyaan:
Apa beda pelaporan dan pengaduan? Kemudian, saya punya kasus yang menimpa seorang teman. Teman saya dituduh melakukan penggelapan, tetapi saat dilaporkan ke kepolisian, dia bisa mengembalikan apa yang dituduhkan. Tetapi, kasus masih terus berjalan sampai saat ini dan sudah berlangsung tepat 1 tahun. Alasannya, karena pihak pelapor tidak mau melakukan pencabutan perkara. Apakah perkara tersebut masih dapat dilanjutkan? Padahal sudah 1 tahun di tangan pihak kepolisian dan kebetulan teman saya mendapatkan panggilan lagi dari penyidik.

Terimakasih.
Edi Ridwan – Brebes

“Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023”.

Sebelumnya, kami turut prihatin atas permasalahan yang teman Anda hadapi. Sebelum menjawab pertanyaan Anda, perlu kami sampaikan bahwa terlebih dahulu, Anda perlu memahami perbedaan pelaporan dan pengaduan.

Tindak Pidana Penggelapan

Kemudian, kami sampaikan bahwa mengenai dasar hukum yang dipakai dalam kasus penggelapan dalam KUHP yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang baru berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[¹] yaitu tahun 2026.

Pasal 372 KUHP

– Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp 900 ribu.[²]

Pasal 486 UU 1/2023

– Setiap orang yang secara melawan hukum memiliki suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan karena tindak pidana, dipidana karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp 200 juta.[³]

Perbedaan Pelaporan dan Pengaduan

Sementara itu, perkara penggelapan yang teman Anda lakukan merupakan suatu delik atau tindak pidana biasa dan bukan delik aduan.

Menurut R. Tresna dalam buku Azas-azas Hukum Pidana Disertai Pembahasan Beberapa Perbuatan Pidana yang Penting, i͟s͟t͟i͟l͟a͟h͟ p͟e͟n͟g͟a͟d͟u͟a͟n͟ (k͟͟l͟͟a͟͟c͟͟h͟͟t͟͟) t͟i͟d͟a͟k͟ s͟a͟m͟a͟ a͟r͟t͟i͟n͟y͟a͟ d͟e͟n͟g͟a͟n͟ p͟e͟l͟a͟p͟o͟r͟a͟n͟ (a͟͟a͟͟n͟͟g͟͟f͟͟t͟͟e͟͟). Adapun perbedaan pelaporan dan pengaduan adalah sebagai berikut.

1. Perbedaan pelaporan dan pengaduan yang pertama adalah terkait perbuatan apa dapat dilaporkan. Pelaporan dapat diajukan terhadap segala perbuatan pidana, sedangkan pengaduan hanya mengenai kejahatan-kejahatan, di mana adanya pengaduan itu menjadi syarat.
2. Perbedaan pelaporan dan pengaduan yang kedua terletak pada siapa yang dapat melaporkannya. Untuk pelaporan, setiap orang dapat melaporkan sesuatu kejadian. Namun, untuk pengaduan, hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang berhak mengajukannya.
3. Perbedaan pelaporan dan pengaduan yang ketiga ada pada fungsinya terkait penuntutan. Pelaporan tidak menjadi syarat untuk mengadakan tuntutan pidana, sebaliknya pengaduan di dalam hal-hal kejahatan tertentu sebaiknya merupakan syarat untuk mengadakan penuntutan.

Salah satu sifat khusus dari delik aduan (klacht delict) adalah o͟r͟a͟n͟g͟ y͟a͟n͟g͟ m͟e͟n͟g͟a͟j͟u͟k͟a͟n͟ p͟e͟n͟g͟a͟d͟u͟a͟n͟ b͟e͟r͟h͟a͟k͟ m͟e͟n͟a͟r͟i͟k͟ k͟e͟m͟b͟a͟l͟i͟ p͟e͟n͟g͟a͟d͟u͟a͟n͟n͟y͟a͟ d͟a͟l͟a͟m͟ w͟a͟k͟t͟u͟ 3 b͟u͟l͟a͟n͟ s͟e͟t͟e͟l͟a͟h͟ p͟e͟n͟g͟a͟d͟u͟a͟n͟ d͟͟i͟͟a͟͟j͟͟u͟͟k͟͟a͟͟n͟͟.

Sebaliknya, dalam perkara-perkara yang tergolong dalam delik biasa (gewone delict), l͟a͟p͟o͟r͟a͟n͟ p͟o͟l͟i͟s͟i͟ a͟t͟a͟s͟ p͟e͟r͟k͟a͟r͟a͟ t͟͟e͟͟r͟͟s͟͟e͟͟b͟͟u͟͟t͟͟ t͟i͟d͟a͟k͟ d͟a͟p͟a͟t͟ d͟i͟t͟a͟r͟i͟k͟ k͟e͟m͟b͟a͟l͟i͟ a͟t͟a͟u͟p͟u͟n͟ d͟i͟c͟a͟b͟u͟t͟ m͟e͟s͟k͟i͟ t͟e͟l͟a͟h͟ a͟d͟a͟ p͟e͟r͟d͟a͟m͟a͟i͟a͟n͟ d͟e͟n͟g͟a͟n͟ k͟͟͟͟o͟͟͟͟r͟͟͟͟b͟͟͟͟a͟͟͟͟n͟͟͟͟/a͟͟͟d͟͟͟a͟͟͟n͟͟͟y͟͟͟a͟͟͟ p͟e͟n͟g͟e͟m͟b͟a͟l͟i͟a͟n͟ k͟e͟r͟u͟g͟i͟a͟n͟ k͟e͟p͟a͟d͟a͟ k͟͟o͟͟r͟͟b͟͟a͟͟n͟͟.

Mengingat pada dasarnya penggelapan bukan termasuk dalam delik aduan, maka walaupun barang yang digelapkan telah dikembalikan dan sekalipun jika telah terjadi perdamaian dengan korban, h͟a͟l͟ t͟e͟r͟s͟e͟b͟u͟t͟ t͟i͟d͟a͟k͟ m͟e͟n͟j͟a͟d͟i͟ a͟l͟a͟s͟a͟n͟ p͟e͟n͟g͟h͟a͟p͟u͟s͟a͟n͟ k͟e͟w͟e͟n͟a͟n͟g͟a͟n͟ u͟n͟t͟u͟k͟ m͟e͟n͟u͟n͟t͟u͟t͟ terhadap delik tersebut, karena laporan polisi atas perkara tersebut tidak ditarik kembali.

Hal ini sebagaimana diatur dalam Bab VIII Buku I (Pasal 76 s.d. Pasal 85) KUHP tentang Hapusnya Kewenangan Menuntut Pidana dan Menjalankan Pidana atau yang dalam diatur dalam Bab IV (Pasal 132 s.d. Pasal 143) UU 1/2023 tentang Gugurnya Kewenangan Penuntutan dan Pelaksanaan Pidana. Sehubungan dengan itu, dapat dikatakan bahwa w͟a͟l͟a͟u͟p͟u͟n͟ b͟a͟r͟a͟n͟g͟ y͟a͟n͟g͟ d͟i͟g͟e͟l͟a͟p͟k͟a͟n͟ t͟e͟l͟a͟h͟ d͟i͟k͟e͟m͟b͟a͟l͟i͟k͟a͟n͟ o͟l͟e͟h͟ p͟͟e͟͟l͟͟a͟͟k͟͟u͟͟, p͟r͟o͟s͟e͟s͟ p͟e͟n͟u͟n͟t͟u͟t͟a͟n͟ p͟e͟n͟g͟g͟e͟l͟a͟p͟a͟n͟ t͟i͟d͟a͟k͟ d͟a͟p͟a͟t͟ d͟͟i͟͟b͟͟e͟͟r͟͟h͟͟e͟͟n͟͟t͟͟i͟͟k͟͟a͟͟n͟͟.

Batas Waktu Penyidikan dan Kedaluwarsanya

Mengenai lamanya tindak pidana tersebut diproses pihak kepolisian, hal pertama yang dapat dilakukan yaitu mengajukan permintaan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (“SP2HP”) yang ditujukan kepada penyidik. Dengan adanya SP2HP, teman Anda dapat mengetahui perkembangan proses penyidikan.

Kemudian, terkait jangka waktu penyidikan pada tingkat kepolisian, hal ini tidak diatur dalam KUHAP, namun apabila teman Anda ditahan, maka waktu penahanan oleh penyidik paling lama adalah 20 hari dan apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang penuntut umum paling lama 40 hari.[⁴]

Selanjutnya, berkaitan dengan jangka waktu penyidikan, pada prinsipnya penyidikan dilakukan dengan dasar laporan polisi dan surat perintah penyidikan yang di dalamnya memuat waktu dimulainya penyidikan, untuk selanjutnya diterbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (“SPDP”).[⁵]

Sebelumnya, penyidik wajib membuat rencana penyidikan yang diajukan kepada atasan penyidik secara berjenjang yang harus memuat salah satunya waktu yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan penyidikan.[⁶]

Namun, sayangnya dalam Perkapolri 6/2019 maupun KUHAP tidak diatur lebih lanjut mengenai batas waktu pelaksanaan penyidikan.

Adapun yang diatur adalah SPDP dikirimkan kepada penuntut umum, pelapor/korban, dan terlapor dalam waktu paling lambat 7 hari setelah diterbitkan Surat Perintah Penyidikan. Jika penyidik belum menyerahkan berkas perkara dalam waktu 30 hari kepada Jaksa Penuntut Umum, penyidik wajib memberitahukan perkembangan perkara dengan melampirkan SPDP.[⁷]

SPDP tersebut memuat:[⁸]

a. dasar penyidikan
berupa laporan polisi dan Surat Perintah Penyidikan;
b. waktu dimulainya penyidikan;
c. jenis perkara, pasal  yang dipersangkakan dan uraian singkat tindak pidana yang disidik;
d. identitas tersangka; dan
e. identitas pejabat yang menandatangani SPDP.

Namun khusus untuk identitas tersangka, hal ini tidak perlu dicantumkan bila penyidik belum dapat menetapkannya. Kemudian jika tersangka ditetapkan setelah lebih dari 7 hari diterbitkan Surat Perintah Penyidikan, dikirimkan surat pemberitahuan penetapan tersangka dengan melampirkan SPDP sebelumnya.[⁹]

Di sisi lain, yang perlu diperhatikan adalah kedaluwarsa penuntutan pidana untuk kasus penggelapan berdasarkan Pasal 372 KUHP adalah sesudah 12 tahun.[¹⁰] Sedangkan menurut Pasal 486 UU 1/2023, kedaluwarsa kewenangan penuntutan penggelapan adalah setelah melampaui waktu 12 tahun.[¹¹]

Demikian jawaban dari kami terkait perbedaan pelaporan dan pengaduan serta pertanyaan yang diajukan saudara kita Edi Ridwan yang dari brebes, semoga bermanfaat.

Artikel ini adalah pemutakhiran ketiga dari artikel dengan judul Perbedaan Pengaduan dengan Pelaporan yang dibuat oleh Christine Natalia Musa Limbu, S.H. yang dipublikasikan pertama kali pada Jumat, 22 Juni 2012, yang dimutahirkan pertama kali pada Senin, 31 Mei 2021, dan kedua kalinya pada Rabu, 21 September 2022.
Artikel ini diambil dari sumber Hukumonline.com, dan diteruskan oleh ubklawyers pada tanggal 15 Desember 2024.

Seluruh Informasi Hukum yang ada di LBH-UMAR BIN KHATTAB disiapkan semata-mata u͟n͟t͟u͟k͟ t͟͟͟u͟͟͟j͟͟͟u͟͟͟a͟͟͟n͟͟͟ p͟͟e͟͟n͟͟d͟͟i͟͟d͟͟i͟͟k͟͟a͟͟n͟͟, p͟e͟m͟b͟e͟l͟a͟j͟a͟r͟a͟n͟ d͟a͟n͟ b͟e͟r͟s͟i͟f͟a͟t͟ u͟m͟u͟m͟. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus anda, konsultasikan langsung dengan Pengacara, Konsultan Hukum atau Paralegal UBK LAWYERS.

Punya permasalahan hukum yang sedang dihadapi? A͟j͟u͟k͟a͟n͟ p͟e͟r͟t͟a͟n͟y͟a͟a͟n͟ melalui: E-mail, chatt atau tlp langsung ke:
👇👇👇
E-mail:
ubklawyer@gmail.com
Tlp/chatt:
0896 6655 2118

Berkenan j͟a͟d͟i͟ b͟a͟g͟i͟a͟n͟ Keluarga Besar kami atau “Minat Bergabung” dengan Group WhatsApp UBK LAWYERS klick link ini :
👇👇👇

https://chat.whatsapp.com/CyF6akxNaAw1BDlxSgsPvG

Simak I͟͟n͟͟f͟͟o͟͟-i͟n͟f͟o͟ H͟u͟k͟u͟m͟ untuk P͟e͟m͟b͟e͟l͟a͟j͟a͟r͟a͟n͟ melalui “Saluran WhatsApp” LBH-UMAR BIN KHATTAB, klick link dibawah dan IKUTI:
👇👇👇

https://whatsapp.com/channel/0029VadEhUjA2pLGd3OF8g2x

🇮🇩🇵🇸🇮🇩🇵🇸🇮🇩🇵🇸
#cerdashukum
#studylawtogether
#ubklawyers

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *