Ahli Waris Almarhum Muhyi Gugat Penjualan Tanah Tanpa Izin: Pembayaran Utang Belum Terselesaikan

Ahli Waris Almarhum Muhyi Gugat Penjualan Tanah Tanpa Izin: Pembayaran Utang Belum Terselesaikan

Subang,15 Oktober 2024 – Sengketa warisan tanah milik almarhum Muhyi kembali mencuat. Wasiah, istri almarhum, melalui kuasa hukumnya, Muhamad Sholeh,SH.,  mengajukan gugatan atas penjualan tanah seluas 15.750 m² di Blok II, Dusun Cemara, Desa Kalentambo, Kecamatan Pusakanagara, Subang. Tanah tersebut dijual oleh Nasiah, saudara kandung Muhyi, tanpa sepengetahuan dan izin dari Wasiah.

Dari hasil investigasi, diketahui bahwa berdasarkan informasi dari Perantara Pembeli Datul, tanah milik almarahum Muhyi dan Istrinya Wasiah dijual dengan harga Rp 680.000.000,- per bau (7.000 m²). Luas tanah yang dijual mencapai 2 ¼ bau atau 15.750 m², sehingga nilai keseluruhan penjualan tanah tersebut mencapai Rp 1.530.000.000,-. Namun, hingga saat ini, pembayaran utang almarhum Muhyi yang tercatat sebesar Rp 1.142.500.000,- masih belum tuntas, meski uang hasil penjualan tanah tersebut sudah mencapai Rp 1.430.000.000,-.

Kuasa hukum Wasiah, Muhamad Sholeh, SH., menyampaikan bahwa tindakan penjualan tanah tanpa izin dari ahli waris utama, yaitu Wasiah sebagai istri sah almarhum, adalah tindakan melawan hukum. Selain itu, keterlibatan aparat desa, termasuk Rasdito yang mengaku sebagai Satgas Desa dan Amin Kepala Dusun Desa Kebondanas, dalam penjualan tanah tersebut dinilai tidak transparan.

Bacaan Lainnya

“Klien kami merasa sangat dirugikan atas tindakan sepihak ini. Tanah tersebut bukan milik Nasiah ataupun suaminya, Mamun, melainkan harta warisan almarhum yang seharusnya menjadi hak penuh istri ahli waris utama  dan digunakan untuk menyelesaikan utang-utang almarhum,” ujar Muhamad Sholeh,SH.

Sampai saat ini, Wasiah masih menunggu pertanggungjawaban dari pihak Nasiah dan aparat desa terkait transparansi penjualan tanah. Gugatan hukum ini diajukan untuk menuntut kejelasan atas proses dan hasil penjualan tanah, serta memastikan bahwa sisa hasil penjualan sebesar Rp 387.500.000,- yang seharusnya masih ada setelah pembayaran utang, dapat dikelola sesuai hak ahli waris.

Kasus ini menarik perhatian masyarakat setempat, terutama karena melibatkan penjualan aset tanpa izin dan dugaan pelanggaran prosedur oleh pihak desa.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *