Warga Sukra Wetan Klarifikasi ke KUA Sukra Terkait Tuduhan “Preman” dan Proses Perubahan Mushola Menjadi Masjid

Sukra – Indramayu  #  Warga Dusun Sukra Wetan, Kecamatan Sukra, pada Selasa, 11 November 2025, mendatangi Kantor KUA Kecamatan Sukra untuk memberikan klarifikasi atas beredarnya pernyataan yang menyebut mereka sebagai “preman”. Warga menegaskan bahwa kedatangan mereka sebelumnya ke rumah Ustadz Masbuqin adalah murni untuk silaturahmi dan dialog, tanpa intimidasi ataupun kekerasan.

“Kami Ini Warga Sekitar Mushola, Bukan Preman”

Empat warga yang yang dibilang ” Preman ” yakni: Dayat, Nadi, Jafar, dan Ajid menjelaskan bahwa mereka adalah warga yang tinggal di sekitar mushola yang kini menjadi sengketa antara keluarga wakif/nazhir lama dengan pihak yang ingin mengubah status mushola menjadi masjid.

“Kami bukan preman. Kami datang baik-baik untuk musyawarah. Kami saksi perjalanan mushola sejak awal dibangun,” ujar Dayat.

Kedekatan geografis dan emosional mereka dengan mushola tersebut membuat mereka merasa bertanggung jawab untuk menjaga amanah wakaf dan ketertiban lingkungan sekitar.

Tidak Pernah Dilibatkan dalam Perubahan Mushola Menjadi Masjid

Warga juga mengungkapkan bahwa mereka tidak pernah diajak berdiskusi terkait perubahan status mushola menjadi masjid. Perubahan tersebut diduga dilakukan oleh pihak tertentu, termasuk Ustadz Masbuqin dan Kepala KUA Sukra Nanang Sahroni, S.Sy., tanpa melibatkan  keturunan nazir,tokoh masyrakat dan agama sekitar,  jamaah yang selama ini menjadi penggerak utama kegiatan ibadah di mushola tersebut.

“Kami tinggal  dekat mushola. Tapi saat mushola diubah jadi masjid, kami tidak diajak bicara,” ungkap Nadi.

Kurangnya koordinasi ini dinilai mengurangi nilai musyawarah dan adab sosial yang seharusnya dijunjung dalam pengelolaan rumah ibadah.

Perubahan Sepihak Menimbulkan Perpecahan di Tengah Jamaah

Warga menjelaskan bahwa perubahan sepihak tersebut menimbulkan perpecahan di kalangan jamaah mushola. Jamaah yang sebelumnya solid kini terbelah antara yang setuju dan tidak setuju, sehingga suasana ibadah menjadi kurang kondusif.

“Dulu jamaah rukun. Sekarang terpecah. Ini sangat disayangkan,”tambah Dayat

Warga berharap keharmonisan jamaah dapat kembali pulih melalui musyawarah yang adil dan melibatkan semua pihak.

Status Wakaf Belum Sah secara Hukum untuk Perubahan Menjadi Masjid

Dalam penjelasannya, warga menegaskan bahwa perubahan mushola menjadi masjid belum sah karena:

  • Belum ada persetujuan tertulis dari keluarga wakif dan keluarga nazhir lama.

  • Belum ada izin perubahan peruntukan sesuai:

    • UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf (Pasal 44)

    • PP No. 42 Tahun 2006

  • Belum dilakukan Ikrar Wakaf sesuai aturan PPAIW.

“Perubahan wakaf harus melalui prosedur. Itu belum ditempuh,” jelas Soleh seorang penggiat Hukum.

Tokoh Masyarakat Tohirin: ASN KUA Sebaiknya Tidak Terlalu Terlibat

Tokoh masyarakat Tohirin turut memberikan komentar mengenai peran lembaga KUA dalam persoalan ini. Menurutnya, Kepala KUA adalah ASN yang seharusnya menjaga posisi sebagai pembina dan pengawas administrasi keagamaan, bukan pihak yang aktif mendorong perubahan.

“Pejabat KUA itu ASN. Jangan terlalu banyak terlibat dalam keinginan mengubah mushola menjadi masjid. Serahkan kepada masyarakat sekitar mushola untuk bermusyawarah. KUA cukup mengetahui dan membimbing saja, bukan menentukan,” tegas Tohirin.

Tohirin menilai bahwa keterlibatan yang terlalu jauh dapat menimbulkan persepsi keberpihakan serta memicu kegaduhan di tengah masyarakat.

Tokoh DKM: Pengurus Masjid Harus Orang-Orang yang Amanah

Perwakilan DKM Masjid Nurul Hikmah, Nino, juga memberikan pandangan bahwa pembentukan DKM maupun penunjukan nazir harus melibatkan semua pihak dan dilakukan secara amanah.

“Pengurus masjid itu amanah besar. Mereka harus dipilih dengan musyawarah dan bisa membawa kesejahteraan untuk masjid dan jamaah,” jelasnya.

Kepala KUA Sukra Nanang Sahroni, S.Sy. Menyampaikan Permintaan Maaf

Pada pertemuan tersebut, Kepala KUA Sukra, Nanang Sahroni, S.Sy., menyampaikan permintaan maaf kepada warga atas kesalahpahaman yang menimbulkan kegaduhan. Warga pun menerima permintaan maaf tersebut.

Demi menjaga kondusivitas, disepakati bahwa musyawarah besar akan dilaksanakan setelah Pemilihan Kuwu (Pilwu), agar tidak terjadi gesekan sosial di tengah suasana politik desa.

Warga: “Kami Hanya Ingin Amanah Wakaf Tidak Salah Arah”

Dalam penutupannya, warga berharap:

  • Seluruh proses perubahan mushola dihentikan sementara hingga memenuhi prosedur hukum.

  • Penunjukan nazir dilakukan secara transparan dan melibatkan keluarga wakif serta tokoh masyarakat.

  • KUA Sukra bersikap netral, membimbing, dan memfasilitasi mediasi tanpa keberpihakan.

  • Tidak ada lagi stigma negatif terhadap warga yang menyampaikan aspirasi.

“Kami hanya ingin amanah wakaf tidak salah arah dan tetap membawa keberkahan bagi semua,” ujar warga dalam penutup pertemuan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *