Stop Mencaci! Begini Islam Mengajarkan Kita untuk Menjaga Lisan

Percakapan di WhatsApp sering kali menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, tempat di mana berbagai pesan dan opini bertukar. Namun, tanpa disadari, media ini juga dapat menjadi ruang yang memicu konflik jika tidak dikelola dengan bijak. Mencaci atau berkata buruk dalam percakapan, baik secara langsung maupun tidak langsung, bukan hanya menyakiti orang lain tetapi juga mencerminkan kekurangan diri sendiri.

PERCAKAPAN WA TETANGGA SEBELAH

Ahmad (Komentar) :
Jar, kamu pernah nggak lihat orang di media sosial yang suka banget mencaci? Kadang aku bingung, kok orang bisa begitu mudah berkata buruk tentang orang lain.

Fajar (Membalas) :
Iya, Mad. Aku juga sering lihat. Apalagi kalau ada berita viral, langsung saja kolom komentar penuh cacian. Rasanya miris.

Ahmad (Komentar) :
Menurutmu, kenapa sih orang suka mencaci?

Fajar (Membalas) :
Mungkin mereka merasa dengan mencaci, mereka terlihat lebih benar atau lebih hebat. Tapi kalau kita lihat dari sisi agama, apa sih manfaatnya mencaci? Nggak ada, kan?

Ahmad (Komentar) :
Betul banget, Jar. Aku pernah dengar kajian, ustaz bilang kalau mencaci itu nggak akan menambah kemuliaan kita. Bahkan Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk menjaga lisan, kan?

Fajar (Membalas) :
Iya, aku ingat hadisnya. Rasulullah pernah bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” Kalau nggak bisa berkata baik, mendingan diam saja.

Ahmad (Komentar) :
Setuju. Yang bikin aku sedih, orang-orang sering lupa bahwa mencaci itu nggak mengurangi keburukan orang yang dicaci. Misalnya, ada orang yang berbuat salah. Apa dengan kita mencaci, dia jadi lebih baik?

Fajar (Membalas) :
Justru kebanyakan malah bikin orang itu semakin marah atau defensif. Niatnya mau “mengoreksi,” tapi cara salah. Allah saja memerintahkan kita untuk mengingatkan dengan cara yang baik, kan?

Ahmad (Komentar) :
Benar, seperti dalam QS. An-Nahl ayat 125: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” Kalau kita mencaci, bagaimana mungkin orang mau menerima nasihat?

Fajar (Membalas) :
Betul banget, Mad. Islam itu agama yang mengutamakan akhlak. Bahkan Rasulullah SAW disebut sebagai teladan dalam akhlak mulia. Beliau nggak pernah mencaci, meskipun orang-orang sering menyakitinya.

Ahmad (Komentar) :
Itulah yang seharusnya kita contoh. Kita ini sering lupa bahwa mencaci orang lain itu sebenarnya mencerminkan kekurangan kita sendiri. Kata ustaz, orang yang suka mencaci biasanya hatinya penuh dengan kebencian atau rasa iri.

Fajar (Membalas) :
Iya, ada juga hadis yang bilang, “Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Dia tidak boleh menzalimi, membiarkannya (dalam kesusahan), atau merendahkannya.” Kalau kita mencaci saudara kita, berarti kita sudah merendahkan mereka, dan itu dosa besar.

Ahmad (Komentar) :
Tepat, Jar. Lagi pula, kita semua punya kesalahan. Nggak ada manusia yang sempurna. Kalau kita melihat kekurangan orang lain, lebih baik doakan saja supaya mereka berubah menjadi lebih baik.

Fajar (Membalas) :
Setuju banget. Daripada energi kita habis buat mencaci, lebih baik kita gunakan untuk introspeksi diri. Siapa tahu, ada keburukan kita yang bahkan lebih parah daripada yang kita caci.

Ahmad (Komentar) :
Nah, itu dia! Lagipula, mencaci hanya membuat hubungan antarmanusia makin rusak. Kalau semua orang saling mencaci, kapan kita bisa rukun dan damai?

Fajar (Membalas) :
Benar. Aku jadi makin sadar, menjaga lisan itu penting banget. Kalau kita mau mulia di hadapan Allah, ya harus belajar menahan diri, termasuk dari berkata buruk.

Ahmad (Komentar) :
Iya, Jar. Mulai sekarang, yuk kita saling mengingatkan untuk berkata baik atau diam. Semoga kita dijauhkan dari kebiasaan mencaci dan selalu diberikan kekuatan untuk menjaga lisan.

Fajar (Membalas) :
Aamiin, Mad. Yuk, kita terus belajar jadi muslim yang lebih baik!

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *